#LinglingkeLombok,
Ini adalah lanjutan dari cerita #LinglingkeLombok
Begitu melangkahkan kaki ke Desa Sade, rombongan kami disambut dengan ramah. Saya juga berkesempatan menggunakan pakaian adat suku Sasak yang bernama 'Lambung'. Bentuknya adalah baju hitam tanpa lengan dengan kerah membentuk huruf 'V' dengan sedikit hiasan di tepian baju. Pakaian ini menggunakan bahan kain pelung, bawahannya menggunakan kain panjang semata kaki, dan dipadu dengan sabuk anteng (ikat pinggang) yang dililitkan di pinggang.
Pakaian adat 'Lambung' biasanya digunakan oleh gadis-gadis Sasak, khusus untuk menyambut tamu dan pembawa woh-wohan dalam upacara mendakin atau nyongkol.
Selesai dengan pakaian, kamipun disuguhi tarian khas Lombok yaitu Tari Gendang Beleq. Dinamakan demikian karena menggunakan gendang yang sangat besar. Dahulu kala tarian ini dipertunjukkan untuk mengiringi atau menyambut tentara yang pergi atau pulang dari medan perang. Ukuran si gendang bisa mencapai diameter 50cm dan panjangnya 1,5meter. Ujung kanan dan kirinya dipasang pengait untuk memasang tali yang digunakan sebagai penggantung gendang di leher.
Selanjutnya ada Tari Paresean, yang merupakan petarungan antara dua lelaki suku Sasak. Bersenjatakan tongkat rotan (penjalin) dan berperisai kulit kerbau yang tebal dan keras (ende). Konon tarian ini dilakukan oleh para pria suku Sasak untuk melatih kejantanan, terkadang juga untuk meminta hujan, tergantung niatnya. Biasanya tarian ini baru akan berhenti ketika salah satu dari kedua petarung tersebut berdarah atau menyatakan kalah. Tari Paresean diiringi dengan musik gamelan khas dari Lombok, suaranya semacam menghipnotis. Penonton dibuat larut dalam suasana pertarungan. Agak ngeri sih berdiri di sekitar mereka yang sedang bertarung ini, takut jadi korban salah kena sabet. :))
Apa saja yang menarik di sini? Adanya bangunan rumah yang terkesan tradisional yang sering disebut dengan nama 'bale'. Atapnya masih terbuat dari ijuk, kuda-kua atapnya memakai bambu tanpa paku, tembok yang terbuat dari anyaman bambu dan langsung beralaskan tanah. Pemandu kami hari itu berkata ada beragam bale di desa Sade, yaitu Bale Tani, Jajar Sekenam, Bonter, Beleq, Berugag, Tajuk dan Bencingah. Bale-bale tersebut konon dibedakan berdasarkan fungsinya.
#LingTrip Melihat Perkampungan Suku Sasak di Desa Sade, Lombok
Ini adalah lanjutan dari cerita #LinglingkeLombok
Desa Sade adalah salah satu dusun di desa Rembitan, Pujut, Lombok Tengah. Dusun ini terkenal sebagai salah satu dusun yang masih mempertahankan adat suku Sasak. Desa ini dijadikan desa wisata oleh Dinas Pariwisata setempat karena keunikan Desa Sade itu sendiri dan penghuninya yang merupakan suku Sasak. Jika kamu sedang menuju arah Pantai Kuta Lombok dan Pantai Tanjung Aan, maka akan melewati desa Sade ini. Lokasinya juga cukup dekat dengan Bandara International Lombok, jadi jangan lupa untuk mampir ya!
Hari itu saya bersama Dayu dan Feli memulai perjalanan kami di Lombok dengan mengunjungi Sade. Letaknya di samping jalan raya yang sudah beraspal dan mulus, namun penduduk Desa Sade di Rembitan ini masih berpegang teguh menjaga keaslian desa. Bisa dibilang, Desa Sade merupakan cerminan suku asli Sasak Lombok. Namun bukan berarti desa ini terbelakang, listrik dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakan (PNPM) dari pemerintah sudah masuk kok kesini. Hanya saja Sade masih menyuguhkan suasana perkampungan asli pribumi Lombok, makanya banyak wisatawan yang tertarik untuk datang kesini.
Begitu melangkahkan kaki ke Desa Sade, rombongan kami disambut dengan ramah. Saya juga berkesempatan menggunakan pakaian adat suku Sasak yang bernama 'Lambung'. Bentuknya adalah baju hitam tanpa lengan dengan kerah membentuk huruf 'V' dengan sedikit hiasan di tepian baju. Pakaian ini menggunakan bahan kain pelung, bawahannya menggunakan kain panjang semata kaki, dan dipadu dengan sabuk anteng (ikat pinggang) yang dililitkan di pinggang.
Pakaian adat 'Lambung' biasanya digunakan oleh gadis-gadis Sasak, khusus untuk menyambut tamu dan pembawa woh-wohan dalam upacara mendakin atau nyongkol.
Selesai dengan pakaian, kamipun disuguhi tarian khas Lombok yaitu Tari Gendang Beleq. Dinamakan demikian karena menggunakan gendang yang sangat besar. Dahulu kala tarian ini dipertunjukkan untuk mengiringi atau menyambut tentara yang pergi atau pulang dari medan perang. Ukuran si gendang bisa mencapai diameter 50cm dan panjangnya 1,5meter. Ujung kanan dan kirinya dipasang pengait untuk memasang tali yang digunakan sebagai penggantung gendang di leher.
Selanjutnya ada Tari Paresean, yang merupakan petarungan antara dua lelaki suku Sasak. Bersenjatakan tongkat rotan (penjalin) dan berperisai kulit kerbau yang tebal dan keras (ende). Konon tarian ini dilakukan oleh para pria suku Sasak untuk melatih kejantanan, terkadang juga untuk meminta hujan, tergantung niatnya. Biasanya tarian ini baru akan berhenti ketika salah satu dari kedua petarung tersebut berdarah atau menyatakan kalah. Tari Paresean diiringi dengan musik gamelan khas dari Lombok, suaranya semacam menghipnotis. Penonton dibuat larut dalam suasana pertarungan. Agak ngeri sih berdiri di sekitar mereka yang sedang bertarung ini, takut jadi korban salah kena sabet. :))
Apa saja yang menarik di sini? Adanya bangunan rumah yang terkesan tradisional yang sering disebut dengan nama 'bale'. Atapnya masih terbuat dari ijuk, kuda-kua atapnya memakai bambu tanpa paku, tembok yang terbuat dari anyaman bambu dan langsung beralaskan tanah. Pemandu kami hari itu berkata ada beragam bale di desa Sade, yaitu Bale Tani, Jajar Sekenam, Bonter, Beleq, Berugag, Tajuk dan Bencingah. Bale-bale tersebut konon dibedakan berdasarkan fungsinya.
Bale Tani adalah bangunan yang digunakan sebagai tempat tinggal, lantainya terbuat dari campuran tanah, getah pohon dan abu jerami yang kemudian diolesi dengan kotoran kerbau. Ruangannya terbagi dua, yaitu Bale Dalam dan Bale Luar. Ruangan Bale Dalam biasanya digunakan oleh anggota keluarga wanita, yang fungsinya merangkap sebagai dapur. Sedangkan Bale Luar diperuntukkan untuk anggota keluarga lainnya, yang juga difungsikan sebagai ruang tamu. Antara Bale Dalam dan Bale Luar dipisahkan oleh pintu geser dan anak tangga, tempat kami berfoto ini.
Di dalam ruang Bale Dalam, terdapat tungku yang menyatu dengan lantai dan terbuat dari tanah liat yang digunakan untuk memasak, tidak ada jendela. Hanya memiliki satu buah pintu yang digunakan sebagai jalan keluar masuk yang letaknya di bagian depan Bale. Untuk memasuki ke dalam rumah ada tiga anak tangga yang harus ditapak, jumlah anak tangga ini memiliki arti sendiri lhoh. Menurut bapak pemandu, tiga anak tangga tersebut adalah kepercayaan suku Sasak yaitu hidup manusia termaknai dalam tiga tahapan yaitu lahir, berkembang dan mati.
Oh iya, seperti yang saya ceritakan sebelumnya warga desa memiliki kebiasaan mengepel lantai dengan menggunakan kotoran kerbau. Konon katanya cara ini cukup ampuh untuk membuat rumah lebih hangat dan dijauhi nyamuk, tapi ketika kami masuk ke dalam rumah dan duduk-duduk di tangga tersebut ga ada lhoh bau kotoran yang tercium. Kok bisa ya? :/
Di dalam ruang Bale Dalam, terdapat tungku yang menyatu dengan lantai dan terbuat dari tanah liat yang digunakan untuk memasak, tidak ada jendela. Hanya memiliki satu buah pintu yang digunakan sebagai jalan keluar masuk yang letaknya di bagian depan Bale. Untuk memasuki ke dalam rumah ada tiga anak tangga yang harus ditapak, jumlah anak tangga ini memiliki arti sendiri lhoh. Menurut bapak pemandu, tiga anak tangga tersebut adalah kepercayaan suku Sasak yaitu hidup manusia termaknai dalam tiga tahapan yaitu lahir, berkembang dan mati.
Oh iya, seperti yang saya ceritakan sebelumnya warga desa memiliki kebiasaan mengepel lantai dengan menggunakan kotoran kerbau. Konon katanya cara ini cukup ampuh untuk membuat rumah lebih hangat dan dijauhi nyamuk, tapi ketika kami masuk ke dalam rumah dan duduk-duduk di tangga tersebut ga ada lhoh bau kotoran yang tercium. Kok bisa ya? :/
Berkeliling desa Sade, untaian kain berjajar rapi dan aneka souvenir khas Lombok ditawarkan hampir di setia sisi desa ini. Ada beragam aksesoris setempat seperti kalung, gelang ataupun kotak aksesoris yang bisa digunakan sebagai oleh-oleh dari Lombok. Beberapa motif yang menghiasi aksesoris tersebut adalah cicak, karena dianggap sebagai simbol keberuntungan masyarakat setempat.
Desa Sade memiliki luas sekitar 6 ha, dan ditinggali oleh sekitar 152 kepala keluarga. Hanya ada 152 rumah di sana, dan menurut peraturan desa warga tidak diijinkan untuk membangun pemukiman baru lagi. Sebagian besar warga Sade hidup dari bertani dan menjadi pengrajin kain tenun ikat khas Lombok serta cinderamata. Tidak hanya kain tenun ikat yang dikerjakan secara tradisional, benang yang digunakan untuk menenun juga masih ada yang dipersiapkan sendiri dengan cara dipintal.
Sebenarnya saya sudah merekam perjalanan ini, namun saat ini video tersebut belum bisa dipublish. HAHA (belum diedit padahal). Tapi kamu tetap bisa menonton cerita kami di Desa Sade di video di bawah ini. :D
Fotonya keren2 niiihh...sukaaa..
ReplyDeleteKoq bisa ya dipel pake kotoran kerbau tapi ga bau ;)
entahlah kak, kalau ga dibilangin aku ga tau kalau itu dipelnya pakai kotoran kerbau :|
Deleteibu yg nenun itu hitsss banget yaaa, semua orang punya foto ama dia hahaha
ReplyDeletedia kayaknya selalu standby begitu ada turis lewat
DeleteSuku sasak emang unik sih, pengen ke sana rasanya kalo punya kesempatan. Ceritanya enak dibaca lho mbak. Thanks for sharing, btw.
ReplyDeleteSalam,
Syanu.
makasih infonya, bermanfaat banget......
ReplyDelete
ReplyDeletejual viagra
viagra asli
obat kuat viagra
viagra jakarta
obat kuat jakarta
pil biru
toko viagra
viagra usa
viagra original
obat viagra
obat kuat viagra
viagra asli
toko viagra
viagra
viagra asli